Kamis, 15 Desember 2011

Konsep Trias Politika , state-market-society




Konsep Trias Politika

A. Konsep Trias Politica
            Miriam Budiardjo (2005:151), trias politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan :
  1. Kekuasaan Legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule making function)
  2. Kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function)
  3. Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang (rule adjudication function). (Miriam Budiardjo)
Doktrin ini untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755) dan pada saat itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan. Menurut John Locke kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu, kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif, yang masing-masing terpisah-pisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif ialah kekuasaan membuat peratura dan undang-undang. Kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan undang-undang dan didalamnya termasuk kekuasaan mengadili (Locke memandang megadili itu sebagai ”uitvoering” yaitu dipandang sebagai termasuk pelaksanaa undang-undang) dan kekuasaan federatif ialah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan denga negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya.
Beberapa puluh tahun kemudian, pada tahun 1748, filusuf Pranci Montesquieu memperkembangka lebih lanjut pemikiran Locke ini dalam bukunya L’Esprit de Lois (The Spirit of the Laws). Dalam urainnya membagi kekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang yaitu : kekuasaan  legislatif , kekuasaan eksekutif  dan kekuasaan yudikatif. Menurut dia ketiga jenis kekuasaan ini haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya.
Motesquieu tidak memasukkan kekuasaan federatif  karena kekuasaan pengadilan itu sebagai kekuasaan yag berdiri sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena dalam pekerjaannya sehari-hari sebagai seorang hakim, Montesquieu mengetahui bahwa kekuasaa eksekutif itu berlainan dengan kekuasaan pengadilan.  Sebaliknya oleh Motesquieu kekuasaan hubungan luar negeri yang disebut John Locke  sebagai kekuasaan federatif, dimasukkan kedalam kekuasaan eksekutif.
Oleh Montesquieu dikemukakan bahwa kemerdekaan hanya dapat dijamin, jika ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu orang atau badan, tetapi oleh tiga orang atau badan yang terpisah. Dikatakan olehnya:  ”Kalau kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif disatukan dalam satu orang atau dalam satu badan penguasa, maka tak akan ada kemerdekaan. Akan merupakan malapetaka kalau seadainya satu orang atau satu badan, apakah terdiri dari kaum bangsawan ataukah dari rakyat jelata, diserahi menyelenggarakan ketiga-tiga kekuasaan itu, yakni kekuasaan membuat undang-undang, menyelenggarakan keputusan-keputusan umum dan mengadili persoalan-persoalan antara individu-individu”. Pokoknya Montesquieu dengan teorinya itu menginginkan jaminan bagi kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Dan hal itu menurut pandangannya, hanya mungkin tercapai, jika diadakan pemisahan mutlak antara ketiga kekuasaan tersebut.
Akan tetapi dalam negara abad ke-20, apalagi dalam negara yang sedang berkembang dimana kehidupan ekonomi dan sosial telah menjadi demikian kompleks serta badan eksekutif mengatur hampir semua aspek kehidupan masyarakat, trias politica dalam arti ”pemisahan kekuasaan” tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan berkembangnya konsep mengenai negara kesejahteraan (welfare state) dimana pemerintah bertanggungjawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, dan karena itu harus menyelenggarakan perencanaan perkembangan ekonomi dan sosial secara menyeluruh, maka fungsi kenegaraan sudah jauh melebihi  tiga macam fungsi yang disebut oleh Montesquieu. Lagipula tidak dapat lagi diterima sebagai azas bahwa tiap badan kenegaraan itu hanya dapat diserahi satu fungsi tertentu saja, seperti yang dibayangkan oleh Montesquieu.
  Misalnya saja, badan eksekutif tidak hanya bertindak sebagai pelaksana dari undang-undang yang diterima oleh dewan perwakilan rakyat, tetapi dia bergerak secara aktif dibidang legislatif sendiri misalnya dengan penyusunan rancangan undang-undang, membuat penetapan presiden, peraturan menteri dan sebagainya. Pemerintah juga berkecimpung dibidang yudikatif (Misalnya Indonesia dalam sengketa perumahan, dalam konflik-konflik pajak). Begitupula dalam menafsirkan undang-undang, pemerintah juga ”membuat” undang-undang.
Oleh karena keadaan yang tersebut diatas, maka ada kecenderungan untuk menafsirkan trias politica tidak lagi sebagai ”pemisahan kekuasaan” (separation of powers) tetapi sebagai ”pembagian kekuasaan”  (division of power) yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang dibedakan  menurut sifatnya serta diserahkan kepada badan yang berbeda (distinct hands), tetapi untuk selebihnya kerjasama diantara fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi. (Friedrich dalam Mirriam Budiardjo, 155: 2005) 

B. Trias Politica di Indonesia
Ketika Undang-Undang Dasar Indonesia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin trias politica dianut, tetapi oleh karena ketiga undang-undang  dasar menyalami jiwa dari demokrasi kostitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut trias politica dalam arti ”pembagian kekuasaan” . Oleh karena itu sistem pemerintahannya adalah presidensiil, maka kabinet  tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan oleh karena itu tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat  dalam masa jabatannya.
Sebaliknya presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana halnya dalam sistem parlementer di India dan Inggris. Presiden sebagai penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, dimana dia menjadi mandatarisnya. Para menteri tidak dibenarkan menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi pada garis besarnya, ciri-ciri azas trias politica dalam arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Karena kaburnya gagasan trias politica dewasa ini, maka ada usaha untuk mencari peristilahan yang lebih mendekati kenyataan. Salah satu usaha kearah ini dapat kita saksikan dalam analisa Gabriel  A.Almond seorang sarjana yang terkenal sebagai penganut ”pendekatan tingka laku”.Sarjana ini lebih suka memakai istilah rule-making function dari pada fungsi legislatif  untuk menghindarkan pengertian seolah-olah ketentuan-ketentuan dan perundang-undangan yang akhirnya mengikat masyarakat politik  hanya ditentukan dalam badan legislatif. Istilah rule making mencakup juga kegiatan membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat yang diselenggarakan dalam badan ekskeutif dan panitia-panitia legislatif. Dalam analisa ini rule-application function mengganti istilah fungsi eksekutif dan istilah rule-adjudication function menganti istilah fungsi yudikatif.
Trias politica dalam arti pembagian kekuasaan (distribution of power) yang dianut di Indonesia dimaksudkan bahwa ketiga lembaga yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif  masih memiliki hubungan kekuasaan. Hal ini bisa kita lihat dalam penyusunan kebijakan publik seperti penyusunan APBN maupun  APBD. Lembaga eksekutif dan legislatif  secara bersama-sama merumuskan kebijakan ini.  Begitupun dengan lembaga yudikatif seperti Mahakamah Konstitusi dan  mahakamah agung (MA). Mahakamah Agung misalnya   yang memiliki fungsi peradilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat dan fungsi administrasi. Hubungan lembaga ini bisa kita lihat dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1950 pasal 132 yang menyatakan bahwa ”Mahkamah Agung” wajib memberikan laporan atau pertimbangan tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diminta pemerintah”.




 Konsep State-Market-Civil Society

Berbicara mengenai hubungan antara negara, pasar dan (tentu) dengan masyarakat di Indonesia, maka kita akan dihadapkan pada sejarah panjang perjalanan bangsa ini. Kita dapat melihat bahwa terdapat paralelitas yang senantiasa berulang dalam ranah sosial dan politik sehingga memungkinkan adanya social political changes. Saat Orde Lama, Soekarno mencoba melakukan ”nasionalisasi” perusahaan-perusahaan minyak asing milik penjajah Belanda maupun korporasi asing lainnya sehingga terjadi kemandirian pengelolaan melalui apa yang kita kenal dengan istilahnya yang cukup populer yakni berdikari. Berdasarkan konsep ini maka terdapat upaya Soekarno untuk mencoba mem-balance antara state dan civil society, sesuatu yang kemudian hari malah menjadi bumerang baginya. Di era Orde Baru justru terjadi hal sebaliknya, dominasi negara (developmentalism) yang disokong asing justru menjadi pemandangan monoton selama 32 tahun pemerintahan Soeharto. Dan di tahun 1998, reformasi justru membuat demokrasi yang menjadi platform utama perjuangan, malah berjalan seirama dengan pasar. Di sinilah kemudian munculnya kebangkitan baru liberalisme melalui apa yang dikenal dengan istilah neo-liberalism, yang mana tak ada bebas nilai karena dalam perjalanannya menjelma menjadi ”ideologi” atau bahkan ”mitos” seolah-olah bangsa ini tak kuasa menghindar. Ini sungguh berbeda dengan negara yang diklaim sebagai penganut liberalisme semisal Amerika Serikat dan Inggris yang fase awalnya justru tidak membuka pasar secara luas atau dengan kata lain peran negara masih dominan, bahkan faktanya hingga saat ini di Amerika Serikat tidak terjadi neo-liberalisme.
Kalau kita kaji lebih jauh, secara ontologis dalam neoliberalisme komunitas itu tidak ada. Artinya hal tersebut membuktikan bahwa ranah civil society seakan ”dimarjinalisasi”. Hal ini sangat bertentangan dengan fatsoen politik reformasi yang mengedepankan demokrasi sebagai pilar utama. Ketiadaan common goods atau hilangnya nilai-nilai republicanism sebagai bagian inherent demokrasi seperti munculnya produk-produk hukum berbasis politik yang “kesan” nilai-nilai neoliberalnya sangat kentara seperti UU Sisdiknas, UU Penanaman Modal Asing, UU Migas, UU Sumber Daya Air dan yang terbaru Undang-Undang tentang Corporate Social Responsibility atau UU CSR yang disahkan pada tahun 2007 kemarin. Sebenarnya secara teoretis, keunggulan neoliberalisme lebih ditentukan oleh pembelajaran mereka atas kritik para intelectual group atau kalangan teoretisi yang banyak mengkaji permasalahan terkait. Menurut David Harvey (2005), salah satu pakar ekonomi politik internasional khususnya mengenai neoliberal, bahwa teori dan praktek dimana kesejahteraan justru dapat dicapai melalui interpreneurship individu seperti diterapkan oleh Inggris saat kekuasaan Margareth Tatcher.
Jika dalam liberalisme, kebangkrutan ditanggung oleh para investor maka dalam neoliberalisme kebangkrutan itu tidak hanya berakibat kerugian pada para penanam saham melainkan juga rakyat atau dalam hal ini adalah civil society. Bahkan dengan neoliberal ini saat terjadi krisis posisi swasta (market) terkesan leading sedangkan pemerintah atau negara masuk hanya dengan kebijakan berupa bailout. Sebenarnya, kemunculan neoliberalisme seiring sejalan dengan adanya globalisasi di akhir abad ke-20, tetapi dalam perjalanannya neoliberal muncul menjadi semacam globalism tanpa globalisasi.
Melihat itu semua maka semakin menguatkan bahwa saat ini konstelasi perpolitikan kaitannya dengan relasi antara state, market dan civil society nampak sekali posisi market dengan paham neoliberalnya menyeruak ke depan. Semisal lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas yang memuat tentang CSR ( pasal 74 ) pada tanggal 20 Juli 2007 (Majalah Bisnis& CSR, 2007: 62). Ini seakan menjelma menjadi ”bendera putih negara” karena di sini menjadi sebuah pertanyaan bahwa sesuai konstitusi kita masalah kesejahteraan civil society merupakan tanggung jawab negara. Secara ontologis, hukum itu muncul adalah untuk mengatur interaksi manusia sehingga bargaining interaksi itu kemudian menjadi seimbang. Namun dalam logika neoliberal, terdapat sebuah diktum untuk membiarkan interaksi itu terjadi secara alami dan hukum dijadikan semacam ”praktek Darwinisme”. Maka kemudian hukum muncul sebagai alat negara sehingga bermunculan produk-produk hukum sebagai ”pembungkus sosial politik” seperti munculnya Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA), munculnya rezim HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) pada tahun 2007 dengan UU ITE, ataupun UU Sisdiknas tahun 2003. sehingga menjadi pertanyaan pada akhirnya hukum itu berpihak pada siapa dan dimana peran negara jika kemudian semua tugas dan tanggung jawab negara di”serah”kan pada swasta alias market.
Melihat realita ini maka menurut hemat saya. Diperlukan adanya pemetaan terhadap peran dan fungsi negara dan pasar kaitannya dengan fenomena global untuk memasukkan peran civil society sehingga terdapat keseimbangan interaksi antara ketiga elemen tersebut. Sehingga sebuah pertanyaan besar yang sekaligus menutup tulisan pendek ini adalah apakah yang salah dengan bangsa ini sehingga regulasi di Indonesia terkesan lemah dan berpihak pada satu kekuatan saja? Visi misi kita ataukah justru tidak adanya komitmen untuk berusaha menyeimbangkan hal itu. Pada akhirnya pertanyaan apakah ada dominasi market atau tidak semua dikembalikan pada visi, misi dan komitmen bangsa ini dan itu semua dapat dilihat pada realitas yang tengah berlangsung di depan kita.

Selasa, 08 November 2011

sistem Komunikasi dalam Sintesis

A. Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa Yunani, sistema, yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode dan Voich, dalam Nurudin, 2004). Serupa dengan pendapat Shrode dan Voich, Littlejohn(1999) mengartikan sistem sebagai seperangkat hal-hal yang saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan dan membentuk suatu keseluruhan (sebuah pola yang lebih besar yang berbeda dari setiap bagian-bagiannya).
Lebih mendalam, Littlejohn mengatakan bahwa suatu sistem terdiri dari empat (4) hal, yaitu:
  1. Objek-objek. Objek adalah bagian-bagian, elemen-elemen, atau variabel-variabel dari sistem. Mereka bisa jadi berbentuk fisik atau abstrak atau kedua-duanya, tergantung dari sifat sistem.
  2. Atribut. Suatu sistem terdiri dari atribut-atribut, kualitas atau properti sistem itu dan objek-objeknya.
  3. Hubungan internal, hubungan antara anggota sistem.
  4. Lingkungan, suatu sistem memiliki suatu lingkungan. Mereka tidak hadir dalam suatu kevakuman, tetapi dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Suatu keluarga adalah suatu contoh yang baik dari suatu sistem. Anggota-anggota keluarga (bapak; ibu; anak; dan sebagainya) adalah objek dari sistem ini. Ciri-ciri mereka sebagai individu adalah atribut-atribut. Interaksi merekakeluarga membentuk hubungan antara anggota-anggotanya. Keluarga juga eksis dalam lingkungan sosial dan kultural, dan ada pengaruh bersama diantara keluarga dan lingkungannya. Anggota-anggota keluarga bukanlah orang-orang yang terisolasi, dan hubungan mereka haruslah diperhitungkan untuk memahami keluarga sebagai suatu unit.
Lebih mendalam, Littlejohn menyatakan bahwa sistem mempunyai beberapa sifat, yaitu:
a. Keseluruhan dan interdependensi (wholeness and interdependence)
Suatu sistem adalah suatu keseluruhan yang unik, karena bagian-bagiannya berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipahami secara terpisah. Suatu sistem adalah produk dari kekuatan-kekuatan atau interaksi-interaksi diantara bagian-bagiannya. Dan bagian-bagian dari sistem saling bergantungan atau saling mempengaruhi tidak bebas.
Independensi dengan mudah dapat digambarkan dalam keluarga. Suatu keluarga adalah suatu sistem interaksi individu, dan setiap anggota dipaksa oleh aksi anggota-anggota lainnya. Walaupun tiap orang memiliki kebebasan tak seorangpun memiliki kebebasan penuh dengan keterikatan mereka satu sama lain. Perilaku-perilaku dalam keluarga tidak independen, bebas, atau acak. Namun mereka terpola dan terstruktur agak dapat diramalkan. Apa yang anggota keluarga lakukan atau katakan mengikuti dari atau membawa suatu aksi yang lain.
b. Hirarki (hierarchy)
Sistem mempunyai hirarki, ada sistem yang lebih besar dimana suatu sistem adalah satu bagian disebut supra-sistem, dan sistem yang lebih kecil mengandung suatu sistem disebut subsistem.
Keluarga menggambarkan hirarki dengan sangat baik. Supra-sistem adalah keluarga yang diperluas, yang dirinya sendiri adalah bagian dari sistem yang lebih besar yaitu masyarakat. Beberapa unit keluarga inti adalah bagian-bagian dari yang diperluas, dan setiap unit keluarga dapat memiliki subsistem-subsistem seperti unit suami-istri, anak, unit orang tua-anak.
c. Peraturan sendiri dan control (self-regulation and control)
Sistem-sistem paling sering dipandang sebagai organisasi yang berorientasi kepada tujuan. Aktifitas-aktifitas suatu sistem dikendalikan oleh tujuan-tujuannya dan sistem itu mengatur perilakunya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Bagian-bagian dari suatu sistem harus berperilaku berdasarkan garis-garis besar dan harus beradaptasi terhadaptasi terhadap lingkungan pada basis umpan balik.
Kembali ke contoh, keluarga-keluarga melukiskan kualitas sistem-sistem ini, dan ia dapat memiliki berbagai mekanisme kontrol. Contohnya, ia dapat bersandar pada satu anggota dominan untuk membuat keputusan-keputusan dan memberikan arahan. Orang ini memonitor keluarga itu memberikan kontrol seperlunya bilamana ada tanda-tanda penyimpangan dari standar-standar keluarga terdeteksi. Keluarga-keluarga lain dapat menagani kontrol dengan sangat berbeda, seperti dalam kasus dimana yang memiliki bagian-bagian peran yang tegas membolehkan setiap anggota mendesak kontrol terhadap jenis-jenis keputusan tertentu dan tidak bagi yang lainnya.
d. Pertukaran dengan lingkungan (interchange with environment)
Sistem-sistem berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka mengambil ke dalam dan membiarkannya ke luar materi dan energi, memiliki masukan-masukan dan keluaran-keluaran. Contohnya, orang-orang tua harus secara tetap menyesuaikan terhadap hubungan-hubungan putranya di luar keluarga dan berurusan dengan pengaruh-pengaruh dari teman-teman, guru-guru, dan televisi.
e. Keseimbangan (balance)
Keseimbangan, seringkali merujuk kepada homeostatis (merawat sendiri). Salah satu tugas dari suatu sistem, jika ia tetap hidup, adalah tinggal dalam keseimbangan. Sistem haruslah bagaimana pun mendeteksi bilamana rusak dan membuat penyesuaian untuk kembali di atas jalurnya, penyimpangan dan perubahan muncul dan dapat ditoleransi oleh sistem, hanya bila telah lama. Akhirnya, sistem itu akan jatuh berantakan jika tidak dapat merawat dirinya.
Kebutuhan bagi keseimbangan menjelaskan mengapa keluarga-keluarga terlihat berjuang begitu keras untuk menjaga beberapa hal seimbang. Contohnya mengapa orang tua terus mengomeli anak-anaknya untuk berlaku santun? Mengapa pasangan-pasangan yang memiliki kesulitan perkawinan seringkali selalu mencoba berkumpul kembali? Dari suatu pandangan sistem, jenis usaha ini adalah suatu upaya alami untuk mempertahankan homeostatis.
f. Perubahan dan kemampuan beradaptasi (change and adaptibity)
Karena sistem eksis dalam suatu lingkungan dinamik sistem haruslah dapat beradaptasi. Sebaliknya, untuk bertahan hidup, suatu sistem haruslah memiliki keseimbangan tapi ia juga harus berubah. Sistem-sistem yang kompleks seringkali perlu berubah secara struktural untuk beradaptasi terhadap lingkungan, dan jenis perubahan itu berarti keluaran dari keimbangan untuk sesaat. Sistem-sistem yang telah maju haruslah mampu merngatur kembali dirinya untuk menyesuaikan terhadap tekanan-tekanan lingkungan. Pengertian teknis bagi perubahan sistem adalah morfogenesis.
Untuk melanjutkan contoh kita, keluarga-keluarga melakukan perubahan. Saat anggota-anggota keluarga dewasa dan berkembang, saat anggota-anggota baru hadir dan anggota lama meninggalkan, dan saat keluarga menghadapi tantangan-tantangan baru di lingkungan, ia harus beradaptasi.
g. Sama akhirnya (equifinality).
Finalitas adalah tujuan yang dicapai atau penyelesaian tugas dari suatu sistem. Equifinalty adalah suatu keadaan final tertentu bisa jadi diselesaikan dengan cara-cara yang berbeda dan titik-titik awal yang berbeda. Sistem-sistem yang dapat beradasptasi, yang memiliki keadaan final suatu tujuan, dapat mencapai tujuan itu dalam suatu beragam kondisi lingkungan. Sistem mampu dalam memproses masukan-masukan dengan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan keluarannya. Orang tua yang cerdik, misalnya mengetahui bahwa perilaku-perilaku anaknya dapat dipengaruhi oleh beragam teknik, pembuatan keputusan keluarga dapat terjadi dalam lebih dari satu cara dan dan anak-anak belajar beberapa metoda untuk mengamankan pemenuhan kedewasaan pada dunianya.
B. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggriscommunication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui canel/media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
  1. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerang acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor prnting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
  1. Proses komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan sebagainya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dan sebagainya.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dan sebagainya.).
C. Pengertian Sistem Komunikasi
Teori sistem telah memiliki suatu pengaruh utama pada studi komunikasi manusia. Beberapa pelopor adalah:
1. Gregory Bateson (dalam Littlejohn, 1999) adalah penemu garis teori yang kemudian dikenal sebagai komunikasi relasional. Ia berpendapat bahwa dalam berkomunikasi (sebagai ujud suatu sistem) peserta komunikasi menyampaikan suatu pesan yang memuat makna mendua dan hubungan komplementaris atau simetris. Pengertian pesan bermakna mendua, yaitu pesan yang memuat isi pesan (content message) dan pesan memuat hubungan (relationship massage). Pengertian hubungan komplementer, adalah satu bentuk perilaku diikuti oleh perlaku lawannya yang bersifat melengkapi. Dalam simetri, aksi seseorang diikuti oleh aksi sejenis oleh orang lainnya. Disini mulai telihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem, bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.
2. Aubre Fisher (dalam perspectives on Human Communication) menerapkan konsep-konsep sistem pada komunikasi. Analisisnya dimulai dengan perilaku seperti komentar verbal dan aksi-aksi nonverbal sebagai unit terkecil dari analisis dalam sistem komunikasi. Perilaku-perilaku yang dapat diobservasi ini (suatu pesan) merupakan kendaraan satu-satunya untuk menghubungkan individu dalam suatu sistem komunikasi. Fisher percaya bahwa aliran pembicaraan ini dengan sendirinya mengatakan sedikit tentang sistem komunikasi. 
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/sistem-komunikasi-indonesia-ski-1.html )


Komunikasi

Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya.Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. pabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu.Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal






Sintesis
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalamsuatu bentuk yang menyeluruh. 16 Sintesis disini diartikan sebagaikemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemendan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebihmenyeluruh. Pada jenjang ini siswa ditunt ut untuk dapat menghasilkansesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada.Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa:1. TulisanDari hal- hal yang sifatnya sporadis, tidak sistematis, ataupunsistematis, kita coba membua t kesimpulan ataupun analisis. Dapat puladibuat sintesis dari tulisan menjadi lisan, dari lisan menjadi tulisan, daritulisan menjadi tulisan yang lain, atau dari lisan menjadi lisan lain pula.Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk menulis TIK-nya antara lain: menulis, membicarakan, menghubungkan, menghasilkan,mengangkat, meneruskan, memodifikasi, dan membuktikan kebenaran.2. Rencana atau mekanismeDengan sintesis dapat pula dibuat suatu rencana atau mekanismekerja. Semakin baik sintesis itu dibuat, semakin baik pula rencana ataumekanisme kerja itu. Kata kerja operasional yang dapat dipakaimerumuskan TIK-nya adalah: mengusulkan, mengemukakan,merencanakan, menghasilkan, mendesain, memodifikasi danmenentukan.

Penilaian (Evaluation)Evaluasi atau penilaian merupakan yang terakhir dari kemampuanberpikir tinggi, dan meliputi kemampuan membuat pertimbangan ataupenilaian untuk membuat keputusan atas dasar internal (keajegan, logika,ketepatan) atau eksternal (dibandingkan karya, teori atau prinsip dalambidang tertentu).

Kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuan,gagasannya, cara bekerjanya, cara pemecahannya, metodenya, materinya,atau lainnya. Patokan ini dapat diberikan oleh guru atau ditentukan sendirioleh siswa.Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapatmengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu criteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakankondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkancriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kriteria untukmengevaluasi itu dapat bersifat intern dan dapat pula bersifat ekstern.Kriteria intern ialah yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasiitu sendiri, sedangkan kriteria ekstern adalah yang berasal dari luar situasiatau keadaan yang dinilai itu. Kata kerja operasional untuk merumuskanTIK- nya adalah: menafsirkan, menduga, mempertimbangkan,mengevaluasi, menentukan, membandingkan, membakukan, membenarkan,mengkritik, dan sebagainya.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2184365-pengertian-sintesis-synthesis/





kesimpulan dari sistem komunikasi dalam upaya sintesis adalah seperangkat hal-hal tentang proses penyampaian pesan yang berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan

Senin, 07 November 2011


Fakta Unik Tentang Berenang

 Apa saja fakta uniknya? Mari kita simak bersama-sama sejenak. 

# Fakta unik tentang Berenang 1 ~
Lebih dari 50% perenang kelas dunia menderita nyeri bahu.  

Terlalu ambisius untuk menang sih...
# Fakta unik tentang berenang 2 ~ 
Kacang adalah sumber energi yang baik untuk perenang. 

Bagaimana bisa???

# Fakta unik tentang berenang 3 ~
Semakin pendek rambut yang anda miliki, maka semakin cepat anda berenang karena gesekan dengan air semakin kecil pula. 

Kalau  tidak panjang-panjang amat sih aku rasa tidak terlalu terasa perbedaan kecepatannya, tapi kalo rambutnya seperti gambar diatas???

# Fakta unik tentang Berenang 4 ~
Satu jam berenang akan membakar hingga 650 kalori. Ini tentu saja lebih banyak daripada kita hanya berjalan atau bersepeda santai.

# Fakta unik tentang Berenang 5 ~
Berenang dapat memperkuat jantung dan paru-paru. 

Jantungku kuat!!

# Fakta unik tentang Berenang 6 ~
Berenang dapat mengurangi stres. 

Ya iyalah, kalau waktu renang mikir masalah terus bisa tidak konsentrasi dan bisa tenggelam deh..hehehe

# Fakta unik tentang Berenang 7 ~
Berenang adalah olahraga yang sangat hebat, karena kita diharuskan melakukan perlawanan terhadap air yang notabene 10 kali lebih kuat daripada perlawanan angin. 

Sebegitu susahnya kah berenang???